melihat perkembangan bank syariah di indonesia
Perkembangan
Bank Syariah di Indonesia
Berkembangnya
Bank-bank syariah dinegara islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode
1980-an diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai
dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah
Karnaen A. Perwataadmadja, M.Dawam Raharjo, A.M. Syaifudin, M.Amien
Aziz dll.Beberapa uji coba pada skala yang relative terbatas telah diwujudkan.
Diantaranya adalah baitut Tanwil. Salman,Bandung, yang sempat tumbuh
mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk Koperasi
Ridho Gusti.
Akan tetapi
prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia baru dilakukan
pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus
menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor Jawa
barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawaroh Nasional
IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya Jakarta 22-25 Agustus 1990.
Di Indonesia Bank Syariah pertama yang didirikan pada tahun 1992 adalah
Bank Muamalat Indonesia (BMI). Bila pada
periode tahun 1992–1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005,
jumlah Bank Syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank
umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu jumlah Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2005
diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan
berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut
ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan
jaringan kantor yang lebih luas.
Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank syariah di
Indonesia diproyeksikan akan mencapai 1,92% sampai 2,31% dari industri
perbankan nasional
Perkembangan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya
insane yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun,
realitas yan gada menunjukan bahwa masih banyak sumber daya insane yang selama
ini terlibat di institusi sayriah tidak memiliki pengalaman akademis maupun
praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri.
Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak
sumber daya insan yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karena
sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan apabila tidak didukung oleh
sumber daya insani yang baik pula.
Perkembangan Perbankan Syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya Undang-undang no 10 tahun 1998. Dalam Undang-undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioerasikan yang diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut
juga memberikan arahan bagi Bank-bank Konvensional untuk membuka cabang Syariah
atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi Bank Syariah.
Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat
perbankan.Sejunlah bank mulai memberika pelatihan dalam bidang Perbankan
Syariah bagi para stafnya. Sebagian Bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka
divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan
berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian
diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah”
bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang
berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan)
Komentar
Posting Komentar